Kamis, 06 Oktober 2011

Lunturnya Arti Sumpah Pemuda



Bagaimanakah pola pikir kita sebagai pemuda Indonesia? Jangan kan sebagai pemuda Indonesia, tetapi sebagai pemuda dimasyarakat? Premanisme, geng motor, pergaulan bebas,tauran, narkoba. Apakah ini semangat semangat yang ditularkan M Yamin ?
Di era yang katanya reformasi sekarang ini, pemuda Indonesia cenderung berperilaku negatif. Sangat jauh berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan pemuda – pemuda terdahulu kita saat perjuangan meraih kemerdekaan. Momen sumpah pemuda tahun ini sepertinya akan sama seperti tahun – tahun sebelumnya sesudah reformasi. Yaitu banyak diantara pemuda – pemuda kita yang tidak peduli bahkan tidak ingat dengan hari bersejarah ini.
Pergaulan yang cenderung mengarah pada  perilaku negatif, mencerminkan terlalu buruknya akhlak pemuda sekarang ini. kita seperti terbuai oleh arus reformasi yang serba keterbukaan dan bebas. Tetapi disamping itu, kita juga tidak bisa memahami apa arti dari sebuah kebebasan itu sendiri. Kita sebagai pemuda cenderung lebih mementingkan hak ketimbang kewajiban kita sebagai penerus bangsa.
Pergaulan
Kita tentu harus tahu, dimana peran kita dalam pergaulan dan bermasyarakat. Banyak diantara kita pemuda yang mungkin agak sedikit salah dalam memasuki area pergaulan dan membawanya kedalam bermasyarakat. Didalam pergaulan sekarang, minuman keras (miras) seperti minuman yang dihalalkan dikalangan pemuda. seperti munafik jika ada seorang pemuda yang tidak pernah mendengar kata minuman keras. Tidak asing bagi telinga mendengar kata miras. Minuman yang bisa memabukan bagi siapa saja yang meminumnya.
Banyak diantara ruang pergaulan yang menyebut, jika kita tidak pernah menyoba itu kita tidak bisa dikatakan sebagai pemuda yang gaul, atau apalah itu. Masalah utama pemuda berawal dari pencarian jati diri. Mereka mengalami krisis identitas karena untuk dikelompokkan ke dalam kelompok anak-anak merasa sudah besar, namun kurang besar untuk dikelompokkan dalam kelompok dewasa. Hal ini merupakan masalah bagi setiap pemuda dimanapun.
Maka dari itu kita harus pandai-pandai dalam memilih teman bergaul agar kita tidak terjerumus dalam minuman keras.Minuman ini sangat berbahaya,karena mengandung alkohol yang berlebihan. sebisa mungkin kita harus menghindarinya.Sebenarnya tanpa disadari dengan mengkonsumsi miras sedikit demi sedikit tubuh kita telah digerogoti oleh zat kimia yang dapat membawa kita dalam hidup yang sangat menyakitkan hingga menjelang ajal.
Menurut doktersehat.com, Seseorang akan mengalami gejala penarikan (withdrawal) ketika mencoba untuk berhenti minum secara tiba-tiba atau saat bangun keesokan harinya. Gejala ini termasuk merasa cemas, mual, muntah, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan perasaan gemetar. Itu hanya gejala – gejala jangka pendek. Masih banyak lagi hal negatif yang ditimbulkan.
Bukan hanya itu, pengaruh dari miras ini juga berdampak buruk , seorang pemabuk dapat melakukan hal – hal yang berbahaya tanpa disadarinya. Biasanya perilaku ini lama kelamaan bisa menular kedalam pribadi si peminum.
Disamping minuman keras, narkoba belakangan ini marak dikalangan pemuda. Penyalahgunaan narkoba  didahuli sifat ingin tahu dan ingin coba-coba. Alasan mengapa banyak yang terjerumus ke bahan terlarang dan berbahaya ini kemudian tidak mampu melepaskan diri lagi.
Ada empat kelompok narkotika yaitu :
 1. narkotika, terutama opiat atau candu.
2, halusinogenik, misalnya ganja atau mariyuana
3. stimulan, misalnya ekstasi dan shabu-shabu
4. depresan, misalnya obat penenang.
Masing -masing mempunyai bahaya bagi penggunanya, contoh saja SHABU SHABU alias  ubas, ice. Berbentuk bubuk Kristal kecil putih. Efeknya, pengguna shabu- shabu akan mengalami halusinasi. Bahkan si pengguna juga kuat tidak makan dan tidak tidur selama berhari-hari. Dampak panjang, nafsu makan berkurang, paranoid, atau sensitive, merusak otak dan syaraf pengatur pernapasan, tekanan arah meningkat, detak jantung sampai pendarahan otak.
             Hingga tahun 2008, jumlah pecandu narkoba di Indonesia sudah 3,2 juta jiwa. Jika tiap hari seorang menghabiskan Rp 300.000, uang belanja narkoba maka jumlah biaya yang dikeluarkan  mencapai Rp 960 miliar per hari (BNN, 2008). Menurut dr. Samsuridjal Djauzi Kelompok Studi Khusus AIDS Fakultas Kedokteran UI/RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, tahun 2005 – 2007 kasus HIV/AIDS baru yang berobat di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo 65 persen berasal dari kalangan pengguna narkoba suntikan. Sebagain besar adalah remaja yang berumur antara 15 sampai 25 tahun.
Hal ini memicu adanya segala bentuk kriminalitas yang dilakukan pemuda. Seperti, premanisme, kebrutalan geng motor,tauran maupun pergaulan bebas. Ini baru periode sampai 2008, apalagi sampai tahun ini. Bahkan tidak menutup kemungkinan akan bertambah jumlahnya, karena pengaruh pergaulan pemuda sekarang.
Pendidikan
Di era reformasi yang serba keterbukaan dan kebebasan ini, membuat kita merenung, apakah kita membutuhkan sistem pendidikan semi militer seperti jaman orde baru dulu. Yang bisa membangunkan kita dari tidur panjang kebebasan sekarang ini. Di era orde baru pendidikan sepertinya lebih bermoral dengan adanya pengawasan ketat dari guru atau pembimbing.  Apakah di jaman reformasi ini mereka para guru tidak mendidik muridnya dengan baik? Setahu saya di sekolah terdapat pelajaran BP/BK (Bimbingan Pendidikan/Bimbingan Konseling)  atau memang orang tua di rumah membiarkan begitu saja anaknya bergaul? Itu yang membentuk jiwa kepemudaan seseorang.
alinea 3, Deklarasi Hak-hak Anak, Resolusi Majelis Umum 1386 (XIV), 20 November 1959, & Konvensi Hak Anak , Resolusi Majelis Umum no. 44/25 20 November 1989, mengatakan “ anak, karena alasan kekurang matangan fisik dan jiwanya, membutuhkan perhatian dan bimbingan khusus, termasuk perlindungan hukum baik sebelum maupun setelah kelahirannya.”  Sangat jelas tersirat dalam undang – undang ini hak anak sebagai penerus bangsa dan pemuda.
Bukan hanya mereka yang harus disalahkan, tetapi moral kita lah yang seharusnya dibiasakan dan tidak terbuai oleh semua kebebasan di reformasi atau demokrasi ini. Akhlak kita bukan pengaruh karena guru atau siapapun, tapi lebih dari pribadi diri, sejauh mana kita bisa mendekatkan diri kepada agama dan bisa di salurkannya kepada masyarakat. Agama lah yang bisa mendidik akhlak dan perilaku kita.
Tauran antar pelajar, geng motor adalah bentuk dimana moral kita, ini tidak mencerminkan pribadi M. Yamin dkk yang dulu susah payah menghimpun para pemuda untuk tetap satu, mengikrarkan sumpah pemuda 28 oktober 66 tahun yang lalu yang salah satu isinya menyebut berbangsa satu, bangsa Indonesia, bukan perpecahan seperti sekarang.
pernahkah kita berkaca pada keadaan bangsa dan kehidupan bernegara ? lalu berapa jumlah pemuda yang mengunjungi cafe atau tempat hiburan lainnya dengan jumlah pemuda yang mengunjungi museum atau tempat2 bersejarah yang ada di sekitar?  
Tidak usah muluk, berapa orang pemuda yang peduli arti buang sampah pada tempatnya? mungkin dari situ kita semua dapat tahu seberapa besar jumlah pemuda yang sadar dan peduli dengan Negara ini.
Miris melihat kenyataan ini, para pemuda sepertinya lebih suka untuk berkumpul di pinggir – pinggir jalan, mabuk – mabukan, berbuat onar, tauran antar pelajar dan nongkrong – nongkrong di cafe. Sepertinya yang ada di dalam diri kita hanya lah sebuah kepuasan batin, kepuasan yang dinilai dari tingkat besar kepala atau pamer harta.
Melihat semua ini, Masih pantaskah kita disebut pemuda Indonesia yang mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Berbangsa yang satu bangsa Indonesia  dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia?

Perlindungan pewarta di Indonesia


Bagaimanakah pekerjaan wartawan sesungguhnya? Kenapa mereka selalu menjadi korban kekerasan yang seharusnya di lindungi bahkan di dukung ? AJI ( Aliansi Jurnalis Independent) mencatat setidaknya ada 651 kasus kekerasan di Indonesia.
Realita pekerjaan wartawan di Indonesia sesungguhnya sangat erat dengan kaitannya membantu masyarakat untuk menginformasikan keadaan di sekitar dan kondisi Negara saat ini. Mereka mejalankan pekerjaannya dengan menggambarkan situasi dan mengawasi setiap kebijakkan pemerintah dan sebenarnya kita pun tidak sadar kalau bukan karena mereka kita sangat buta dengan informasi .
Namun, faktanya di Indonesia wartawan di anggap sebagai musuh oleh kalangan – kalangan tertentu yang tidak suka dengan kehadirannya yang di anggap menggangu privasi atau pribadi mereka. Padahal, sesungguhnya apa yang di lakukan di balik itu semua, wartawan hanya ingin memberikan informasi yang sesungguhnya kepada masyarakat tentang apa yang terjadi, dan apa yang harus di hindari di masyarakat.
Tercatat pada 2010, menurut AJI, terdapat 44 kasus kekerasan, tiga di antaranya kasus pembunuhan dan kasus lainnya berupa penganiayaan, intimidasi, perampasan alat jurnalis dan lainnya. dan menurut LBH ( Lembaga Bantuan Hukum)  pers , tahun 2011 sepanjang Januari-Februari  tercatat 22 kasus kekerasan yang telah menimpa para wartawan.  Dan yang paling terbaru kasus bentroknya wartawan dan pelajar di SMAN 6 Jakarta, yang di dahului peristiwa perampasan kaset Oktaviardi ( wartawan trans 7), yang di lakukan oleh pelajar SMA tersebut.
Jadi, kita kini paham kalau akhirnya wartawan yang seharusnya kita lindungi, kita dukung, dan kita kawal menjadi korban kekerasan oleh segelintir manusia yang membenarkan kekerasan. Wartawan yang setiap hari mengawasi, menggambarkan, dan mengabarkan tentang berbagai kasus negeri ini, seperti kasus Century, korupsi kemenakertrans , dan badan anggaran, sekarang seperti di sepelekan, padahal tanpa mereka, kita tidak bisa mengawasi kerja para pemimpin kita.
PERLINDUNGAN HUKUM
Wartawan sebenarnya mempunyai payung hokum yang tercantum pada UU NO 40 tahun 1999, yang langsung di setujui oleh Presiden pertama pasca orde baru, BJ Habibie. Di situ di jelaskan bahwa wartawan mempunyai hak meliput, mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik secara tulisan maupun gambar dan grafik. Dan bagi siapa saja yang melanggar bisa di penjarakan.
Melihat kondisi serta realita yang terjadi kepada wartawan  sekarang, tidak menutup kemungkinan akan adanya kekerasan yang mungkin terjadi lagi terhadap wartawan. Apakah kita masyarakat penikmat berita hanya tinggal diam?

Hukum Siswa SMAN 6 Jakarta Pengeroyok Wartawan Tanpa Pandang Status


Sehubungan dengan berita yang di muat Media Indonesia selasa 20/9 hal 6 , tentang Siswa SMAN 6 jakarta yang bentrok dengan wartawan. saya disini memosisikan diri saya sebagai calon jurnalis, saya turut prihatin sebagai mahasiswa melihat adik – adik saya berulah seperti itu terhadap profesi wartawan.
Apa yang di lakukan oleh siswa SMA 6 jakarta sangat meremehkan wartawan, mereka sama sekali tidak mengerti di mana posisi mereka sebagai pelajar dan dimana posisi wartawan sebagai pemberi informasi. Apalagi saat saya mendengar adanya salah satu dosen saya ikut menjadi korban dari pengeroyokan tersebut. Panca syurkani, dosen dasar – dasar photography, ikut menjadi korban dari berandalnya sistem pengajaran di sekolahan tersebut.
Mereka itu tidak mengerti fungsi pers, Jendral sekalipun tidak berani dan diperkenankan merebut atau menghalangi kerja pewarta. Tercantum pada Undang-Undang Pers No. 40 tahun 1999, pasal 4 yang menjelaskan kebebasan pers, setiap wartawan mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Oleh karna itu saya yang memosisikan diri saya sebagai calon jurnalis, saya mohon kepada kepolisian agar menindak tegas dan menghukum para pelaku pengeroyokan sekalipun itu anak Jendral, artis atau apapun. saya menunggu aksi nyata Kapolres Jakarta Selatan dan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Kalau meredam kerusuhan siswa SMA saja tidak bisa, bagaimana dengan kerusuhan di Ambon atau Papua?

Tertibkan angkutan umum yang ugal – ugalan


Sehubungan dengan berita yang di muat di harian Seputar Indonesia ( 4/10) halaman 13, tentang kejahatan di angkutan umum, saya selaku pengguna jalan dan pesepeda motor  ingin menghimbau kepada pihak terkait, jangan hanya menertibkan angkutan umum (angkot) yang berkaca gelap saja, tetapi tertibkan angkutan umum yang sering ugal – ugalan dan saling mengejar penumpang di jalan raya.
Seperti di jalan baru, kampung rambutan, Jakarta timur, angkot – angkot bukan hanya ngetem (mangkal) saja yang sembarangan, tetapi menaikan dan menurunkan penumpang yang seenaknya, seperti memotong jalan dari sebelah kanan langsung ke sebelah kiri jalan. Saya sebagai pengguna sepeda motor kadang – kadang kaget, dan nge-rem mendadak. Bukan hanya itu, angkot – angkot dan kopaja sering kali berebut penumpang dan malah kebut – kebutan demi penumpang di depannya.
Jadi, saya di sini yang memosisikan diri sebagai pengguna sepeda motor menghimbau kepada pihak terkait, khususnya dinas perhubungan Jakarta Timur, dan Kepolisian Lalu Lintas (Lantas) agar jangan hanya menertibkan angkot yang berkaca gelap saja, tetapi tertibkan angkot yang sering ugal – ugalan dan membahayakan pengguna jalan lainnya (tanpa mengesampingkan pengguna angkutan umum) dan yang telah di atur pada UU Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 295, tentang pengemudi di larang sembarangan pindah jalur. 

Kebebasan pers

Pembicara: Atmakusumah astraatmaja ( mantan ketua dewan pers dan alumni IISIP Jakarta)
Tempat      : gedung auditorium IISIP Jakarta
Sabtu 24/9, atmakusumah sebagai pembicara di dalam seminar, mengungkapkan bahwa, kebebasan pers merupakan kebebasan berekspresi. Ia menanyakan kepada peserta, apakah suatu demokrasi lebih berpengaruh terhadap ekonomi? Menurutnya, suatu demokrasi dapat memajukan dan memundurkan ekonomi. namun, ia lebih memilih hidup demokrasi.
“Pada awal kemerdekaan pers – pers di Indonesia sudah sering mengalami pembredelan, itu karena pers di Indonesia masih di kendarai oleh pemerintahan yg bersifat otoriter, wartawan tidak memiliki kebebasan untuk menulis berita yang menyangkut pemerintahan.” kata dia.
“Namun, setelah mengalami pembredelan pada tahun 1999 akhirnya DPR ( Dewan Perwakilan Rakyat) menyetujui UU pers yang baru, tanggal 13/11/1999 dan sepuluh hari kemudian Presiden saat itu BJ Habibie mengesahkan UU tersebut.”jelas dia
Undang – Undang pers no 40 tahun 1999 itulah yang menjamin kebebasan atau kemerdekaan pers serta menghapus sistem lisensi  berupa perizinan untuki membebasi kebebasan pers. Saat itu UNESCO juga memberikan anjuran tentang pers yang menganjurkan pegawai untuk diberikan pelatihan jurnalism supaya mereka menghargai keterbukaan materi/berita.
“UU pers no 40 tahun 1999 di anggap signifikan karena oleh pertama kalinya membalikkan kedudukan pers Indonesia dari posisinya yang berbeda dari masa sebelumnya yang pada awalnya kebebasan pers hanya di kenal denga kemerdekaan RI.” Sambung dia
Menurutnya, “pada masa reformasi sekarang ini, masyarakat kita masih harus belajar keras tentang cara menyampaikan pandangan serta sikap secara damai melalui dialog. Pers tidak berarti harus netral, tetapi boleh suatu saat berpihak.”
Kebebasan pers di Indonesia berbeda, kebebesan pers lebih sulit dan lebih sempit. Di Papua, wartawan masih sulit untuk menyampaikan hasil/produk jurnalistik. pada awal tahun 200an kemerdekaan pers Indonesia menempati nomor satu di Asia Tenggara. Namun, pada awal 2003 dan 2004 selama kurun waktu dua tahun berturut – turut mengalami kemunduran yang di sebabkan beberapa peristiwa.
Peristiwa yang menyebabkan mundurnya pers di Indonesia seperti terbunuhnya kamreaman TVRI, M. Jamaludin dalam konflik bersenjata di Aceh Yang penyebab kematiannya masih tidak jelas. Dan berbagai macam kekerasan terhadap profesi wartawan.
Di akhir penjelasannya ada salah satu peserta yang bertanya tentang campur tangannya pemilik perusahaan pers. Dia menjawab, bahwamemang seharusnya pers itu di pegang oleh orang independent yang tidak berkepentingan.namun, apa boleh buat.” tutupnya